Insight Live FB 9 Maret 2021 – Topik 2 Pendidikan
Seksualitas Sejak Dini (kelompok 7)
Setelah menonton live FB mengenai pendidikan seksualitas
sejak dini, ada hal yang menyangkut dalam pikiran saya. Ialah tidur terpisah
dengan orang tua. Mengapa? Karena saya sudah duluan menuliskan mengenai hal
tersebut dan Alhamdulillah berhasil dilakukan kepada anak saya yang pertama
(Azkiya). Walaupun memang penjelasannya tidak sedetail pada materi live.
Namun memang benar, banyak sekali faidah yang didapatkan
dari memisahkan tidur anak-anak dengan orang tua. Selain mengajarkan anak
mengenai privasi (bagian tubuh yang boleh/tidak boleh dilihat), anak juga
belajar adab memasuki kamar orang lain. Bagaimana ia harus meminta izin
terlebih dahulu ketika akan memasuki kamar orang tuanya. Namun ada juga hal
penting dalam hal ini, yaitu menghindari anak-anak yang satu gender (adik-kakak
sama-sama perempuan) tidur dalam satu selimut.
Apa bahayanya? Yaitu anak-anak dapat menjurus pada
penyimpangan seksual dari sejak kecil. Anak perempuan menjadi lebih ‘nyaman’
dan suka dengan perempuan, begitupun sebaliknya. Naudzubillah.
Usia berapa anak diperintahkan untuk dipisahkan kamarnya?
Dalam sebuah hadits riwayat Abu Daud, artinya “Rosulullah
saw bersabda, ‘Perintahkanlah anak-anak kalian untuk salat ketika mereka umur
tujuh tahun, dan pukullah jika mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkan
tempat tidur mereka.’” Dijelaskan bahwa anak sudah harus pisah tidurnya dari
orang tua (dan sesama saudaranya) ketika memasuki usia tamyiz, karena
disandangkan dengan perintah memukul anak apabila tidak sholat. Namun, tetap
saja tidak bisa anak-anak dipisahkan tidurnya secara paksa, harus ada proses.
Yang saya lakukan kepada anak pertama saya adalah ini.
Ada juga pertanyaan yang agak menggelitik, yaitu apakah
pekerjaan rumah (menyapu, mencuci, beres-beres, dll) hanya diperkenalkan untuk
anak perempuan saja dan tidak untuk anak lelaki? Pertanyaan ini muncul karena
salah satu pembicara mengatakan untuk ibu sebaiknya memberikan contoh pekerjaan
rumah kepada anak perempuannya, agar ia tau bahwa itu adalah ‘tugas’ perempuan.
Cukup menggelitik karena setelah itu dijawab pula bahwa
tidak demikian. Bahwa pekerjaan rumah pun harus diperkenalkan kepada anak
laki-laki, dengan berbagai alas an. Sayangnya, ia tidak menyebut bahwa Rosulullah
pun dahulu mengerjakan pekerjaan rumah dan menjadi layaknya seorang suami biasa
(membantu pekerjaan istri) ketika berada di rumah. Selayaknya kita sebagai
muslim mencontoh apa yang dilakukan Rasulullah, wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment