Saturday, December 7, 2019

My Endometriosis Story

Saat itu masih di Kansas, hari sekolah, dan aku izin sama hostmom (later I will refer her as just 'mom') buat izin ngga masuk sekolah.

"Why?" tanyanya.

Kujawab, "It's my first day of period. I got cramps really bad." You know, selama 5 tahun hidup di pondok, nyaris tiap hari pertama 'dapet' tiap bulannya, aku bisa ijin kelas karna kram perut yang luar biasa. Dan kata temen-temen lain waktu itu; ya normal, namanya juga haid ya sakit. Jadi yah, aku pikir itu hal yang biasa.

Dan mom langsung keliatan bingung.

"You want to skip school just because it's your period? Is it that bad?"

"Yeah, it happens all the time. Every first day of my period each month, I cannot bare the pain. But all my friends back home say it's normal. Cramps, am I right? Well, if it's okay with you though/"

"Dian, that is not normal. Cramps on periods are normal. But if it's painful, that's another case. When you go back home, you need to go see the doctor."

Lalu mom kasih aku dua butir ibuprofen dan suruh aku untuk istirahat di rumah. She's a nurse. Jadi basically ngerti hal-hal mendasar soal beginian.

Fast forward setahun kemudian aku balik dan melanjutkan kehidupan di dn dengan teman-teman baru (junior). The cramps stayed. It even got worse. There were days that I could not even get up from my bed because of the pain. It was hell. Tapi sakitnya itu cuma hari pertama,hari kedua dan seterusnya betapapun derasnya haid ngga ada rasa sakit apapun. Dan lagi-lagi everybody said it was normal to have pain during your period.

Saat itu aku udah cerita sama mama tentang sakit hari pertama haid, tapi kata mama aku baru bisa periksa nanti setelah lulus dari dn. Karena pasti ribet banget urusan perizinannya. Dan akhirnya aku harus sabar sampe aku lulus baru bisa periksa ke dokter kandungan.

Setelah haflah, kelulusan, penerimaan mahasiswa baru (alhamdulillah beasiswa, and I will tell you later hikmah dari beasiswa ini) dan akhirnya masa menunggu masuk perkuliahan, aku pun periksa ke RS Medika Permata Hijau (MPH) bagian obgyn bareng mamah. Grogi banget waktu itu berasa kayaknya aku pasien termuda, karna yang antri rata-rata ibu hamil. Nama dokternya Dr. Yasmin.

Yang aku bayangkan ketika periksa ke obgyn tuh dokternya garang (lah, kenapa juga mesti garang ya?) udah tua, judes, dan segala macem. Padahal mah jauh. Dr. Yasmin baik dan ramah. Dan kelak Dr. Yasminlah yang meng-handle tiga kehamilanku :)

Setelah konsul panjang lebar kenapa seorang perawan 18 tahun dateng ke obgyn -mulai dari awal bgt dapet haid sampe disuruh mom ke dokter- akhirnya aku di USG. MasyaAllah, USG pertama dan bukan karena hamil. Setelah selesai USG aku sama mamah disuruh duduk dan mulailah dr.Yasmin mendiagnosa penyakit yang aku idap.

Endometriosis namanya, menyerang 1 dari 3 wanita di dunia. Penyakit yang gejala-gejalanya sering disepelekan tapi dampak nya bisa bahaya. Yang secara zahir tidak tampak penyakitnya kecuali melalui USG ini.

"Endometriosis (en-doe-me-tree-O-sis) is an often painful disorder in which tissue similar to the tissue that normally lines the inside of your uterus — the endometrium — grows outside your uterus. Endometriosis most commonly involves your ovaries, fallopian tubes and the tissue lining your pelvis. Rarely, endometrial tissue may spread beyond pelvic organs." (sumber)

Let's speak 'bahasa' shall we? hehe. Karna aku orang awam, maka aku akan menjelaskan penyakit ini dengan bahasa awam juga, tidak menggunakan istilah kedokteran, okay?

Penyakit ini berbeda sama kista/miom yang mana ada benjolan/kelenjar yang tumbuh di satu titik. Endometriosis ini tumbuh kecil-kecil dan jumlahnya banyak, menyebar gitu. Dan alhamdulillah endometriosis yang aku idap ini masih termasuk ringan atau belum parah.

Karena satu-satunya gejala yang aku alami adalah nyeri tak tertahankan ketika hari pertama haid. Dalam skala 1-10, nyeri haidnya bisa sampai 8 atau 9. Nyeri yang buat aku ngga bisa beraktifitas sama sekali. Jangankan beraktifitas, bangkit dari kasur pun aku nggak kuat. Kadang sampai harus ngesot. True story.

Pada beberapa kasus (seperti dijelaskan dr.Yasmin) ada yang gejalanya sampai muntah-muntah, pendarahan hebat, dan pingsan. Syukurnya aku nggak sampai di tahap itu, mungkin karna terdiagnosa dini jadi belum parah.

Terus bagaimana pengobatannya?

Ini bagian yang 'seru'nya.

Mengapa aku bilang 'seru'? Karena hanya ada 2 cara mengobati kasus endometriosis yang aku idap ini. Mungkin pada kasus lain, pengobatannya pun beda.

Cara yang pertama, dengan terapi suntik hormon yang memberhentikan haid aku selama 3 sampai 6 bulan. Dr. Yasmin bilang sebaiknya yang 6 bulan sekalian. Tapi biayanya cukup mahal (bagi aku yang masih pra-mahasiswa dan keadaan ekonomi keluarga yang saat itu masih pas-pasan) sekitar 2 juta per sekali suntik. Dan suntikannya sekali sebulan.

Berarti kalo ditotal jadi 12 juta pengobatannya. Oh iya, nama obatnya kalo nggak salah Tapros.

Eit, tapi ada cara yang kedua.

Caranya adalah...

Ujian (sekolah)

  Link download ada di bawah Salah satu mapel yang memang agak runyam -buat anak kelas 1 SD, dan terkhusus Azkiya- adalah PAM (Pendidikan An...